Daisuke Nakanishi
Sabtu, 2 Mei 2009 | 03:30 WIB
Tubuhnya
langsing dan liat dengan warna kulit lebih gelap dibandingkan umumnya
orang Asia Timur. Topi tak pernah lepas dari kepala, melindungi wajahnya
yang mulai dimakan usia dari terpaan sinar matahari. Namun, ciri paling
jelas untuk mengenalinya, adalah setengah lusin tas yang bertumpuk dan
terikat bergelantungan di sepedanya.
Berbekal sepeda itu, Daisuke
mewujudkan impiannya mengelilingi dunia. Sejak meninggalkan Osaka, 23
Juli 1998, Daisuke mengayuh sepedanya melewati pegunungan bersalju dan
gurun tandus, melintasi batas negara dan benua. Tak hanya sekali,
sarjana ekonomi lulusan Universitas Osaka ini telah dua kali
mengelilingi bumi.
Indonesia
adalah negara ke-125 yang disinggahi Daisuke. Saat mendarat di Jakarta,
Jumat (24/4), setelah menempuh perjalanan laut selama 27 jam dari
Batam, alat pengukur jarak di sepedanya menunjukkan angka 144.165
kilometer. Sejauh itu pula dia mengayuh sepedanya selama hampir 11
(sebelas) tahun.
Buat sebagian orang, yang dilakukan Daisuke
adalah ulah orang kurang kerjaan yang mencari sensasi. Tetapi, Daisuke
punya alasan sendiri menjalani pilihan hidup yang tidak biasa ini. “Saya
suka naik sepeda. Saya senang bertemu orang dan mengenal kebudayaan
mereka. Saya bermimpi untuk memiliki satu juta teman di seluruh dunia.
Itulah yang saya jalani sampai sekarang,” ujarnya.
Misi
Daisuke pun sederhana, yaitu mencari teman sebanyak-banyaknya. Untuk
mewujudkan itu, tak jarang dia harus berhadapan dengan situasi sulit
yang mengancam jiwanya.
Di Kenya, misalnya, Daisuke
terserang penyakit malaria. Beruntung, saat dia terbaring sendirian,
pertolongan medis datang tepat waktu. Pada lain kesempatan, di dataran
tinggi Patagonia, Amerika Selatan, Daisuke harus bertahan menghadapi embusan angin dingin yang membekukan.
Namun, pengalaman yang paling menakutkan dialaminya adalah saat berkemah di tengah padang gurun di Namibia. Dua hyena berkeliaran di luar tendanya dan baru menyingkir sekitar dua jam kemudian. “Penduduk
setempat bercerita, hyena bisa membunuh manusia. Saya takut setengah
mati dan hanya bisa duduk terpaku. Senjata saya hanya sebilah pisau
kecil yang biasa dipakai untuk memasak. Malam itu saya tak bisa tidur,” katanya.
Beberapa
kali Daisuke juga kehilangan miliknya karena dicuri orang, termasuk
kehilangan sandal di kapal dalam pelayaran menuju Jakarta. ”
Someone stole my sandals on the boat,” tulisnya dalam situs
www.daisukebike.be
Semua pengalaman unik itu berawal dari kesukaan Daisuke pada sepeda. Lahir di Kawanishi,
kota kecil dekat Osaka, 6 Maret 1970, Daisuke belajar naik sepeda pada
usia 10 tahun. Didorong sang ayah, Ikuo Nakanishi; Daisuke mulai
bersepeda bersama kakak laki-lakinya hingga Kyoto atau Nara.
Kegemaran ini berlanjut pada masa kuliah. Dia bergabung pada klub
sepeda di universitas dan kerap berkeliling Jepang. Tahun 1990, Daisuke
untuk pertama kali bersepeda di luar negeri, dari Los Angeles ke NewYork,AS, selama 48 hari.
Dalam perjalanan itu, panas terik di tengah Gurun Mojave membuat Daisuke kelelahan dan kehilangan kesadaran. Beruntung, seorang pria yang hanya dikenalnya sebagai Mr.Don melintas
dan memberinya minum. Keramahan orang-orang yang ditemuinya di jalan
membuat Daisuke ketagihan. Dia pun membuat empat ekspedisi lain
mengunjungi 19 negara dan memancang targetnya mengelilingi dunia.
Selepas kuliah tahun 1992, Daisuke bekerja di perusahaan konstruksi selama enam tahun. Setelah berhasil mengumpulkan 50.000 dollar AS dan memesan sebuah sepeda touring, dia meninggalkan Jepang menuju Anchorage,
Alaska, untuk memulai perjalanan. Dari Alaska, Daisuke bersepeda ke
selatan hingga Peru, kemudian terbang ke Swedia untuk berkeliling Eropa
Barat. Dia melanjutkan perjalanan sampai Afrika Selatan, lalu terbang ke
Thailand, Australia, dan Selandia Baru, sebelum kembali keAmerika
Selatan.
Kali
ini Daisuke menetap cukup lama dan mengeksplorasi Amerika Selatan
selama empat tahun sehingga membuat dia fasih berbahasa Spanyol. Dari
sini dia kembali ke pantai timurAS, disusul Eropa Timur, Afrika Utara,
Timur Tengah, India, danAsia Tenggara. Daisuke mengaku bukan perencana
yang baik, tetapi selalu menyusun rencana untuk perjalanannya. Rencana
perjalanan disusun bermodalkan peta, masukan dari sesama pengeliling
dunia, atau warga setempat.
Misi yang sederhana membuat Daisuke
tak terlalu berambisi bertemu para pejabat dan orang penting dalam
perjalanannya. Namun, dengan bantuan para sahabat baru yang ditemuinya
di jalan, dia bisa bertemu sejumlah tokoh, seperti pendaki pertama
Everest, Sir Edmund Hillary di Selandia Baru, legenda sepak bola Pele di Brasil, mantan PresidenAS Jimmy Carter, pelari marathon ternama Haile Gebrselassie di Etiopia, dan mantan Presiden Polandia LechWalesa.
Pilihan
Daisuke untuk mengelilingi dunia dengan sepeda bukannya tak mendapat
tantangan keluarga. Meski mendukung kegemaran anaknya bersepeda, Ikuo
kerap meminta Daisuke pulang dan menetap di Jepang. “Ayah bekerja 40
tahun di perusahaan yang sama, jadi mengelilingi dunia dengan sepeda
dianggapnya terlalu berisiko. Saya memang tak punya rumah, pekerjaan,
dan keluarga. Tetapi inilah impian saya dan saya bisa mewujudkannya. Ini
cara saya menjalani hidup. Akhirnya, dia bisa juga menerima,” ujar Daisuke.
Dengan kerja keras dan pengorbanan, Daisuke mampu mewujudkan mimpinya. ”Saya
kasihan pada orang yang hanya sekadar menjalani hidup dan tak punya
mimpi. Hidup hanya satu kali dan itu harus dimanfaatkan dengan baik,” ujarnya.
Meski
demikian, selalu ada akhir untuk semuanya. Setelah bersepeda menuju
Yogyakarta dan Bali, Daisuke berencana mengunjungi beberapa negara Asia
Tenggara lain, seperti Filipina, Myanmar, dan Laos sebelum mengakhiri
perjalanannya tahun ini. ”Bekal saya sudah menipis. Lagi pula, akhir
tahun ini ada peringatan 30 tahun Kelompok Petualang Bersepeda Jepang
dan mereka meminta saya hadir,” ujarnya.
Setelah impiannya terwujud, apa rencana Daisuke berikutnya? ”Saya
belum tahu. Mungkin menulis buku tentang perjalanan ini atau membuat
pameran foto yang saya kumpulkan. Tetapi yang pasti saya harus mencari
kerja. Setelah itu, mungkin membuat mimpi yang baru,” ujarnya. (Kompas.com)